Mikrotv.ID, Jakarta – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan adanya fenomena udara dingin yang melanda sejumlah wilayah Indonesia akhir-akhir ini.
Fenomena ini terjadi menjelang puncak musim kemarau yang berlangsung dari Juli hingga Agustus, dan terkadang hingga September.
Fenomena ini disebabkan oleh angin Monsun Australia yang bertiup menuju Benua Asia melewati wilayah Indonesia dan perairan Samudera Hindia, yang memiliki suhu permukaan laut relatif lebih rendah.
Angin Monsun Australia bersifat kering dan membawa sedikit uap air, terutama pada malam hari ketika suhu mencapai titik minimumnya.
Akibatnya, suhu udara di beberapa wilayah Indonesia, terutama di bagian selatan khatulistiwa seperti Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara, menjadi lebih dingin.
Orang Jawa menyebutnya sebagai “mbedhidhing”. Beberapa wilayah yang mengalami suhu lebih dingin antara lain Pegunungan Bromo, Pegunungan Sindoro-Sumbing, dan wilayah Lembang Bandung.
Pada 7 Juli 2024, suhu minimum di Dataran Tinggi Dieng mencapai 1 derajat Celsius pada jam 2 dini hari.
Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, menjelaskan bahwa selain Monsun Australia, fenomena udara dingin ini juga dipengaruhi oleh faktor posisi geografis, kondisi topografis, ketinggian wilayah, dan kelembaban udara yang relatif kering.
Selain itu, pada bulan Juni hingga Agustus, sudut datang sinar matahari berada di posisi terjauh dari Indonesia, khususnya di wilayah selatan khatulistiwa.
Cuaca Cerah dan Pengaruhnya
Beberapa hari terakhir, cuaca cerah mendominasi hampir seluruh Pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sumatra bagian selatan, Kalimantan bagian selatan, dan Sulawesi bagian selatan.
Angin yang dominan dari arah timur hingga tenggara membawa massa udara kering dan dingin dari daratan Australia ke Indonesia, sehingga kurang mendukung proses pertumbuhan awan.
Menurut Guswanto, kondisi ini menyebabkan langit cerah sepanjang hari.
Kurangnya tutupan awan pada malam hari membuat radiasi panas dari permukaan bumi terpancar ke atmosfer tanpa hambatan, mengakibatkan penurunan suhu yang signifikan.
Selain itu, angin yang tenang pada malam hari menghambat pencampuran udara, sehingga udara dingin terperangkap di permukaan bumi.
Waspada Angin Kencang
Sementara itu, Kepala Pusat Meteorologi Publik, Andri Ramdhani, menyatakan bahwa berdasarkan pantauan BMKG, terdapat daerah tekanan rendah di perairan barat Filipina dan Laut Filipina sebelah utara Papua.
Daerah tekanan rendah ini membentuk daerah konvergensi yang memanjang dari Laut Filipina bagian barat, Laut Sulawesi hingga perairan timur Filipina, serta di beberapa wilayah Indonesia lainnya.
Kondisi ini meningkatkan potensi pertumbuhan awan hujan di sekitar daerah tekanan rendah dan sepanjang daerah konvergensi tersebut.
Andri juga menambahkan bahwa peningkatan kecepatan angin hingga mencapai lebih dari 25 knot terpantau di berbagai wilayah perairan Indonesia, yang mampu meningkatkan tinggi gelombang di wilayah tersebut.
Selain itu, labilitas lokal kuat yang mendukung proses konvektif pada skala lokal terdapat di beberapa wilayah di Indonesia.
Potensi Cuaca Signifikan
Secara umum, kombinasi fenomena cuaca tersebut diperkirakan menimbulkan potensi cuaca signifikan dalam periode 18 – 25 Juli 2024.
Fenomena ini termasuk hujan sedang hingga lebat yang dapat disertai kilat/petir dan angin kencang di beberapa wilayah Indonesia.
Masyarakat di wilayah-wilayah tersebut dihimbau untuk senantiasa waspada dan siap-siaga, terutama saat berkendara ketika angin kencang terjadi karena dapat mengakibatkan baliho dan pohon tumbang atau menerbangkan material-material berbahaya.***